cropped-image_750x_620115ad5bb66.jpg

MENDIDIK ANAK-ANAK TENTANG KEBERKAHAN BULAN RAMADHAN

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Bulan Ramadan adalah momen yang sangat istimewa bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selama bulan yang penuh berkah ini, umat Islam berpuasa dari fajar hingga terbenamnya matahari sebagai bentuk penghormatan, introspeksi, dan pengabdian kepada Allah SWT. Namun, Ramadan bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, melainkan sebuah kesempatan untuk mendalami nilai-nilai keberkahan, pengampunan, dan pengorbanan. Bagi orang tua, Ramadan juga menjadi waktu yang penting untuk mendidik dan membimbing anak-anak tentang makna sejati dari bulan yang penuh keberkahan ini. Mendidik anak-anak tentang Ramadan bukan hanya tentang menjelaskan aturan-aturan puasa, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial yang terkandung di dalamnya. Dengan memahami esensi Ramadan, anak-anak dapat mengembangkan rasa hormat, kesabaran, dan empati yang mendalam. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Qodr (97:1-5) yang artinya “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhan mereka untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Menganalisis ayat diatas maka dalam pemikiran penulis bahwa beberapa cara efektif untuk mendidik anak-anak tentang keberkahan Ramadan. Dari memberikan pemahaman tentang pentingnya berbagi dengan orang-orang yang kurang beruntung hingga memperkuat hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah dan introspeksi diri, setiap langkah dalam mendidik anak-anak tentang Ramadan dapat menjadi pondasi yang kuat untuk membentuk kepribadian dan karakter mereka. Sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW,  dari Abdullah bin ‘Amr RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, jika rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pertanyaan pertama yang akan penulis analisis adalah bagaimana mendidik anak-anak tentang Ramadan bukan hanya menjelaskan aturan-aturan puasa, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial yang terkandung di dalamnya. Pertanyaan tersebut akan penulis jelaskan sebagai berikut.

Mendidik anak-anak tentang Ramadan bukanlah sekadar menyampaikan aturan-aturan puasa yang harus diikuti, tetapi juga tentang menggali lebih dalam nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial yang terkandung di dalamnya. Sebagai bulan yang dianggap suci dan penuh berkah dalam agama Islam, Ramadan menawarkan peluang yang berharga bagi orang tua untuk membimbing anak-anak mereka dalam memahami esensi keimanan dan kebersamaan.

Ramadan mengajarkan nilai kesabaran dan pengendalian diri. Anak-anak diajarkan untuk menahan lapar, haus, dan nafsu selama berpuasa, sehingga memupuk kesabaran serta pengendalian diri yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Mereka belajar bahwa pengorbanan sementara ini menghasilkan pahala yang besar di sisi Allah SWT. Selain itu, Ramadan juga merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai empati dan kepedulian sosial kepada anak-anak. Melalui praktek berbagi makanan dan bantuan kepada yang membutuhkan, anak-anak diajarkan pentingnya membantu sesama manusia dan merasakan kebutuhan orang lain. Hal ini memperkuat sikap kepedulian sosial dan rasa empati yang krusial dalam membangun masyarakat yang harmonis.

Aspek spiritual juga sangat ditekankan dalam pendidikan Ramadan bagi anak-anak. Mereka diajak untuk memperdalam hubungan mereka dengan Allah SWT melalui ibadah, dzikir, dan refleksi diri. Dengan merayakan malam Lailatul Qadr, anak-anak belajar tentang keistimewaan malam-malam terakhir Ramadan dan pentingnya memperbanyak amalan baik pada waktu-waktu tersebut. Selain itu, Ramadan juga merupakan waktu yang tepat untuk mempererat hubungan keluarga. Anak-anak diajarkan untuk menghargai momen-momen berkumpul bersama keluarga saat sahur dan berbuka, serta memahami pentingnya saling menghormati dan memaafkan. Ini membantu membangun ikatan keluarga yang kuat dan memperkokoh fondasi keluarga sebagai unit yang harmonis. Dengan mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial yang terkandung dalam Ramadan, kita membantu mereka tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, berempati, dan bermakna dalam masyarakat. Hal ini tidak hanya memperkaya pemahaman mereka tentang agama, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan dan sikap yang penting untuk menghadapi tantangan kehidupan yang kompleks di masa depan.

Pertanyaan kedua adalah bagaimana cara efektif mendidik anak-anak tentang keberkahan Ramadan. Beberapa cara efektif untuk mendidik anak-anak tentang keberkahan Ramadan itu adalah sebagai berikut :

Pertama, Mulailah dengan memberikan penjelasan yang sederhana dan relevan tentang makna Ramadan dan mengapa bulan ini dianggap istimewa bagi umat Islam. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak dan kaitkan penjelasan tersebut dengan pengalaman mereka sehari-hari.

Kedua, Selain memberikan penjelasan, tunjukkan kepada anak-anak bagaimana nilai-nilai Ramadan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui praktek berpuasa bersama-sama atau berbagi makanan kepada yang membutuhkan, anak-anak akan lebih memahami konsep-konsep seperti kesabaran, empati, dan kepedulian sosial.

Ketiga, Ajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Ramadan, seperti sahur bersama, berbuka puasa bersama, atau menghadiri tarawih di masjid. Dengan terlibat secara aktif, mereka akan merasakan kehangatan dan kebersamaan yang terjadi selama bulan Ramadan.

Keempat, Gunakan cerita-cerita atau kisah-kisah dari Al-Quran dan hadis untuk mengilustrasikan nilai-nilai moral dan spiritual yang terkandung dalam Ramadan, seperti kesabaran, pengampunan, dan introspeksi diri. Diskusikan bersama anak-anak tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelima, Berikan kesempatan kepada anak-anak untuk bertanya tentang Ramadan dan islam secara umum. Dengarkan pertanyaan mereka dengan penuh perhatian dan berikan jawaban yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Hal ini akan membantu mereka merasa terlibat dan lebih memahami konsep-konsep yang diajarkan.

Keenam, Sebagai orang tua atau pembimbing, contohkan sikap yang baik dan patuh terhadap ajaran Ramadan. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka, jadi pastikan Anda memberikan teladan yang positif dalam menjalankan ibadah dan nilai-nilai Ramadan.

Dan Ketujuh, yang paling penting adalah berikan pujian dan penghargaan kepada anak-anak ketika mereka menunjukkan sikap atau perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Ramadan. Hal ini akan memperkuat motivasi mereka untuk terus berbuat baik dan mempraktikkan nilai-nilai yang telah dipelajari.

Dengan mengikuti cara-cara di atas secara konsisten dan dengan penuh kasih sayang, kita dapat efektif mendidik anak-anak tentang keberkahan Ramadan serta menginspirasi mereka untuk mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu untuk mendidik anak-anak tentang keberkahan Ramadan membutuhkan pendekatan yang holistik dan mendalam, yang tidak hanya mencakup pemahaman aturan-aturan puasa, tetapi juga nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial yang terkandung di dalamnya. Secara efektif, orang tua dapat menggunakan beberapa pendekatan yaitu contoh teladan, pendidikan informal, selalu mendahulukan diskusi dan refleksi, selalu melaksanakan penguatan pada hubungan keluarga.

Dengan pendekatan yang komprehensif dan konsisten, anak-anak dapat memahami dan menginternalisasi makna sejati dari Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Dengan demikian, pendidikan tentang keberkahan Ramadan tidak hanya menjadi proses pembelajaran, tetapi juga menjadi perjalanan spiritual dan pengembangan karakter yang berkelanjutan bagi anak-anak. (Wallahu a’lam bis assowab).

 

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

MENJADI PRIBADI YANG BERPENGARUH DAN BERKHARISMATIK DENGAN KEKUATAN KATA-KATA DI BULAN RAMADHAN

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Di bulan penuh berkat ini, kita berkumpul dalam cahaya suci yang menerangi hati dan jiwa kita. Ramadan, bulan di mana pintu surga terbuka, di mana setiap doa dijawab, dan di mana kesempatan untuk menjadi lebih baik menanti. Saat kita memasuki bulan suci ini, mari kita bukan hanya berpuasa dari makanan dan minuman, tetapi juga dari segala bentuk keburukan dan kesalahan. Bulan Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang memperkuat kesabaran, belas kasihan, dan kebaikan hati kita. Ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk merenung dalam keheningan, memperbaiki hubungan kita dengan Allah, dan dengan sesama manusia. Sebuah waktu di mana kata-kata kita memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menginspirasi, menghibur, dan mengangkat semangat. Kita telah diberikan kesempatan istimewa untuk menyempurnakan diri kita, untuk menemukan kedamaian dalam ibadah, dan untuk mempererat ikatan kita dengan pencipta kita. Mari kita manfaatkan setiap momen Ramadan ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, untuk mencapai tujuan kita sebagai individu yang lebih baik, dan sebagai komunitas yang lebih berdaya. Dalam setiap langkah kita di bulan yang mulia ini, marilah kita berusaha menjadi cahaya bagi yang lain, memancarkan kasih sayang, pengampunan, dan kebijaksanaan.

Berpuasa seperti puasanya orang yang akan meninggalkan dunia. Dalam hadits shahih Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan tips shalat yg khusyu’ dengan sabdanya, “Apabila kamu hendak shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan pamitan ..”_ (HR Ahmad, no. 23498, Ibnu Majah, no. 4171, dan di _shahih_ kan oleh Syekh Albani dalam _“As Silsilah Ash Shahihah”_, no. 401). Dalam konteks Ramadhan, pesan itu seakan menjadi صُوْمُوا كَصِيامِ مُوَدِّعٍ , _”Berpuasalah seperti puasanya orang yang akan meninggalkan dunia”_. Kita semua pasti akan meninggalkan dunia yang fana ini, tanpa pernah bisa kita prediksi dan kematian tidak pernah akan permisi. Menghadirkan perasaan jangan-jangan Ramadhan kali ini adalah yang terakhir –kemungkinan itu bisa terjadi- dapat memacu dan memicu kita untuk dapat mengoptimalkan pertemuan kita dengan Ramadhan dengan peningkatan beragam amaliah Ramadhan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkarismatik dengan kekuatan kata-kata di bulan Ramadan memerlukan kombinasi dari kesadaran spiritual, kepekaan terhadap orang lain, serta kemampuan untuk menginspirasi dan memberdayakan dengan kata-kata.

Untuk menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkharismatik dengan kekuatan kata-kata di bulan Ramadhan, tentang bagaimana mencapainya adalah sebagai berikut, Pertama, di bulan Ramadan, kesadaran spiritual menjadi kunci dalam membentuk kepribadian yang berpengaruh. Memperdalam hubungan dengan Allah melalui ibadah, dzikir, dan refleksi diri membantu memperkuat pondasi spiritual. Kesadaran akan nilai-nilai seperti kesabaran, ketulusan, dan pengampunan menjadi landasan yang kuat untuk memancarkan karisma dan pengaruh positif kepada orang lain. Kedua, Menggunakan kata-kata yang penuh dengan makna dan inspirasi dapat menggerakkan hati dan jiwa orang lain. Di bulan Ramadan, kata-kata yang menyoroti nilai-nilai seperti belas kasih, kerendahan hati, dan kebaikan menjadi sangat relevan. Kata-kata yang memotivasi untuk meningkatkan ibadah, berbuat baik kepada sesama, dan meraih kesempurnaan diri dapat memengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan positif dalam hidup mereka.

Keterlibatan emosional dan empati terhadap orang lain adalah kunci untuk menjadi pribadi yang berpengaruh. Di bulan Ramadan, di mana kesadaran terhadap kebutuhan orang lain meningkat, menyampaikan kata-kata yang memperlihatkan perhatian dan pemahaman terhadap perjuangan orang lain dapat menciptakan ikatan yang kuat dan membangun kepercayaan. Untuk menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkarismatik, konsistensi dalam kata-kata dan tindakan sangatlah penting. Konsistensi dalam menyampaikan nilai-nilai spiritual dan menjalani prinsip-prinsip agama akan memperkuat integritas pribadi. Selaras antara kata-kata yang diucapkan dan perilaku yang ditunjukkan akan menambah kepercayaan dan rasa hormat dari orang lain. Kata-kata yang memberdayakan merupakan alat yang kuat untuk mengubah dunia. Di bulan Ramadan, mengajak orang lain untuk mencapai potensi tertinggi mereka, mengingatkan mereka akan kekuatan doa dan pengampunan, serta memotivasi mereka untuk berbuat baik akan menciptakan lingkungan yang penuh dengan inspirasi dan harapan.

Memadukan kesadaran spiritual, empati, dan kata-kata yang memotivasi, seseorang dapat menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkarismatik di bulan Ramadan. Kesempatan untuk membimbing, menginspirasi, dan memberdayakan orang lain melalui kekuatan kata-kata adalah salah satu cara yang paling efektif untuk merasakan signifikansi dan berkontribusi pada kebaikan selama bulan yang mulia ini. Dalam bulan Ramadan, menjadi pribadi yang berpengaruh dan berkarismatik dengan kekuatan kata-kata melibatkan kesadaran spiritual yang mendalam, kemampuan untuk menginspirasi dan memberdayakan orang lain, serta konsistensi dalam tindakan dan kata-kata. Kesadaran akan nilai-nilai spiritual seperti kesabaran, kerendahan hati, dan pengampunan menjadi pondasi yang kuat, sementara kata-kata yang menginspirasi dan penuh empati dapat menggerakkan hati dan jiwa orang lain.

Konsistensi dalam perilaku dan kesesuaian antara kata-kata dan tindakan meningkatkan integritas pribadi, sementara memberdayakan orang lain dengan kata-kata yang positif dan memotivasi menciptakan lingkungan yang penuh dengan inspirasi dan harapan. Dengan demikian, dalam bulan Ramadan, memanfaatkan kekuatan kata-kata untuk memperkuat hubungan spiritual, membina hubungan antarmanusia, dan memperbaiki dunia menjadi tugas yang sangat penting dan bermakna. (Wallahu a’lam bis assowab).

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

RAMADHAN SEBAGAI MOMENTUM KESALEHAN DIGITAL

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Ramadhan, bulan suci dalam agama Islam, bukan hanya sekadar waktu untuk menahan lapar dan haus. Lebih dari itu, Ramadhan adalah momentum spiritual yang mempersiapkan umat Islam untuk meningkatkan kesalehan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, dalam era digital seperti sekarang, di mana teknologi mempengaruhi setiap aspek kehidupan, termasuk spiritualitas, Ramadhan menjadi kesempatan yang unik untuk merenungkan bagaimana teknologi digital dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesalehan. Dalam era digital, kesalehan tidak hanya berdampak pada ritual keagamaan, tetapi juga pada perilaku online dan interaksi di dunia maya. Oleh karena itu, Ramadhan sebagai momentum kesalehan digital menawarkan kesempatan bagi umat Islam untuk merenungkan bagaimana teknologi dapat digunakan secara positif dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Tulisan ini, akan membahas tentang bagaimana Ramadhan dapat menjadi momentum kesalehan digital, menggali cara-cara di mana teknologi digital dapat digunakan untuk memperdalam pengalaman spiritual, memperluas jangkauan dakwah, serta memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online. Semua ini bertujuan untuk memperkaya pengalaman Ramadhan dan menjadikannya lebih bermakna dalam konteks digital yang semakin berkembang pesat.

Ramadhan, sebagai bulan suci dalam agama Islam, menawarkan sebuah momentum yang unik untuk merenungkan peran teknologi digital dalam meningkatkan kesalehan. Dalam era digital yang terus berkembang, teknologi tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk memperdalam pengalaman spiritual, memperluas jangkauan dakwah, serta memperkuat hubungan antar individu dalam komunitas Muslim secara online.

Pertama, Ramadhan dapat menjadi momentum untuk memperdalam pengalaman spiritual melalui teknologi digital. Dengan adanya aplikasi dan platform online yang menyediakan berbagai sumber daya keagamaan, umat Islam dapat mengakses kajian-kajian agama, ceramah, tafsir Al-Quran, serta doa-doa dengan lebih mudah. Teknologi juga memungkinkan umat Islam untuk terhubung dengan sesama yang memiliki pemahaman agama yang lebih mendalam, baik melalui media sosial, forum online, atau platform diskusi keagamaan. Namun, perlu diingat bahwa kualitas sumber daya tersebut perlu dievaluasi dengan cermat untuk memastikan keakuratan dan keabsahan informasi keagamaan yang diperoleh.

Kedua, Ramadhan dapat dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan dakwah melalui teknologi digital. Melalui media sosial, website, blog, podcast, dan platform lainnya, para dai dan ulama dapat menyampaikan pesan-pesan keagamaan secara lebih luas dan efektif kepada umat Muslim di seluruh dunia. Selain itu, teknologi juga memungkinkan untuk menciptakan konten-konten dakwah yang kreatif dan menarik, seperti video animasi, infografis, dan meme keagamaan, yang dapat lebih mudah disebarkan dan diakses oleh generasi muda yang aktif menggunakan media sosial.

Ketiga, Ramadhan dapat digunakan untuk memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online. Melalui platform media sosial, grup diskusi, dan aplikasi pesan instan, umat Islam dapat saling mendukung, berbagi pengalaman, serta saling memberikan motivasi dan inspirasi dalam menjalani ibadah Ramadhan. Selain itu, teknologi juga memungkinkan untuk mengorganisir kegiatan-kegiatan keagamaan secara daring, seperti sesi tadarusan Al-Quran, kajian kitab, atau iftar bersama secara virtual, yang dapat membantu mempererat ikatan antaranggota komunitas Muslim di berbagai belahan dunia.

Meskipun teknologi digital menawarkan berbagai manfaat dalam memperdalam pengalaman spiritual, memperluas jangkauan dakwah, serta memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online, kita juga perlu mewaspadai potensi dampak negatifnya. Misalnya, penggunaan teknologi yang berlebihan dapat mengalihkan perhatian dari ibadah kepada hal-hal dunia maya yang kurang bermanfaat. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk menggunakan teknologi dengan bijak, memilih konten yang sesuai dengan nilai-nilai agama, serta tetap menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline selama bulan suci Ramadhan.

Ramadhan menawarkan sebuah momentum yang istimewa untuk memanfaatkan teknologi digital dalam meningkatkan kesalehan umat Islam. Melalui pemanfaatan teknologi digital dengan bijak, Ramadhan dapat menjadi saat yang bermakna untuk memperdalam pengalaman spiritual, memperluas jangkauan dakwah, serta memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online.

Pertama, teknologi digital memungkinkan umat Islam untuk memperdalam pengalaman spiritual melalui akses mudah terhadap sumber daya keagamaan seperti kajian, ceramah, dan tafsir Al-Quran melalui berbagai platform online. Selain itu, teknologi juga memfasilitasi terhubungnya umat Islam dengan sesama yang memiliki pemahaman agama yang lebih mendalam, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran dan pengalaman spiritual yang bermanfaat.

Kedua, teknologi digital memberikan peluang untuk memperluas jangkauan dakwah melalui media sosial, website, blog, podcast, dan platform lainnya. Hal ini memungkinkan para dai dan ulama untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan secara lebih luas dan efektif kepada umat Muslim di seluruh dunia, serta menciptakan konten-konten dakwah yang kreatif dan menarik untuk menjangkau generasi muda yang aktif menggunakan media sosial.

Ketiga, teknologi digital memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online melalui platform media sosial, grup diskusi, dan aplikasi pesan instan. Melalui interaksi online, umat Islam dapat saling mendukung, berbagi pengalaman, serta saling memberikan motivasi dan inspirasi dalam menjalani ibadah Ramadhan. Selain itu, teknologi juga memungkinkan untuk mengorganisir kegiatan-kegiatan keagamaan secara daring, yang dapat membantu mempererat ikatan antaranggota komunitas Muslim di berbagai belahan dunia.

Ramadhan bukan hanya menjadi waktu untuk meningkatkan kesalehan secara konvensional, tetapi juga merupakan momen yang tepat untuk memanfaatkan potensi teknologi digital dalam mendukung dan memperkaya pengalaman spiritual umat Islam, memperluas dakwah, serta memperkuat hubungan antarindividu dalam komunitas Muslim secara online. (Wallahu a’lam bis assowab).

 

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

SPIRIT RAMADHAN DAN TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN UNTUK SEMUA

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selama bulan ini, umat Muslim berpuasa dari fajar hingga senja, menahan diri dari makan, minum, serta berbagai tindakan yang dianggap membatalkan puasa, sebagai bentuk ibadah dan pengendalian diri. Namun, Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus; ini adalah waktu refleksi, introspeksi, dan transformasi spiritual bagi individu. Spirit Ramadhan adalah konsep yang mencakup semangat, dedikasi, dan keinginan untuk meningkatkan hubungan seseorang dengan Allah, meningkatkan kesadaran diri, serta memperbaiki perilaku dan sikap yang lebih baik. Di samping aspek spiritualnya, Ramadhan juga menawarkan peluang yang berharga untuk memperkaya nilai-nilai kepemimpinan dalam konteks yang lebih luas.

Kerangka pikir yang penulis gunakan dalam melihat tema di atas adalah Ramadhan adalah waktu di mana individu dapat mengasah aspek spiritualitas mereka. Spiritualitas yang kuat dapat memberikan landasan yang kokoh bagi kepemimpinan yang beretika dan berempati. Dalam konteks ini, nilai-nilai seperti ketulusan, keadilan, dan kebijaksanaan dapat dipertajam melalui refleksi dan ibadah selama bulan Ramadhan. Puasa Ramadhan mengajarkan kesadaran diri yang mendalam. Dengan menahan diri dari hal-hal yang diinginkan, individu menjadi lebih sadar akan kelemahan dan kekuatan mereka. Kesadaran diri ini merupakan prasyarat penting untuk kepemimpinan yang efektif, karena memungkinkan pemimpin untuk memahami diri mereka sendiri, memahami orang lain, dan membuat keputusan yang lebih baik.

Empati dan Kepemimpinan juga mendorong pengembangan empati yang lebih besar terhadap orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung. Kepemimpinan yang berbasis pada empati memperkuat ikatan antara pemimpin dan pengikut, menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung. Dan melibatkan disiplin yang ketat dalam menjaga waktu, mengendalikan keinginan, dan mematuhi aturan. Kedisiplinan ini merupakan aspek kunci dari kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang disiplin mampu menginspirasi dan memotivasi orang lain melalui contoh mereka sendiri. Oleh karena itu Ramadhan menawarkan kesempatan untuk mentransformasi nilai-nilai kepemimpinan yang ada menjadi prinsip-prinsip yang lebih kuat dan berkelanjutan. Proses refleksi dan introspeksi selama bulan ini memungkinkan pemimpin untuk mengevaluasi praktik-praktik mereka, mengidentifikasi area untuk perbaikan, dan mengambil langkah-langkah menuju transformasi positif.

Spirit Ramadhan memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator dalam transformasi nilai-nilai kepemimpinan yang relevan untuk semua individu, tidak terbatas pada agama atau latar belakang budaya tertentu. Ramadhan adalah waktu refleksi mendalam tentang hubungan individu dengan Tuhan dan sesama. Dalam proses ini, individu mengembangkan kesadaran diri yang lebih dalam tentang nilai-nilai moral dan etika. Kesadaran diri yang diperoleh selama Ramadhan menjadi dasar yang kuat untuk memahami dan memperkuat nilai-nilai kepemimpinan seperti integritas, kejujuran, dan tanggung jawab.

Dalam menjalani puasa Ramadhan, individu secara alami meningkatkan tingkat empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Mereka belajar untuk merasakan dan memahami penderitaan orang lain, yang merupakan aspek penting dari kepemimpinan berbasis nilai. Kepemimpinan yang berempati memungkinkan individu untuk menginspirasi, membimbing, dan memotivasi orang lain dengan lebih efektif. Puasa Ramadhan mengajarkan kedisiplinan dalam pengaturan waktu, pengendalian diri, dan ketaatan terhadap aturan. Kedisiplinan ini adalah sifat penting dalam kepemimpinan yang efektif. Selama Ramadhan, individu dapat mengasah kedisiplinan mereka melalui peningkatan kontrol diri dan keteladanan dalam menjalankan ibadah, yang dapat diterjemahkan ke dalam kepemimpinan di berbagai konteks kehidupan.

Spirit Ramadhan memicu proses transformasi nilai-nilai kepemimpinan yang sudah ada ke arah yang lebih positif dan berkelanjutan. Melalui refleksi, introspeksi, dan pengalaman spiritual selama bulan suci ini, individu dapat mengidentifikasi dan mengatasi kelemahan dalam kepemimpinan mereka, serta memperkuat nilai-nilai yang mendorong pertumbuhan pribadi dan kolaborasi yang harmonis. Salah satu aspek yang paling menonjol dari Ramadhan adalah inklusivitasnya. Meskipun secara tradisional dipraktikkan oleh umat Muslim, nilai-nilai dan pengalaman Ramadhan dapat merangkul semua individu, tidak peduli agama atau latar belakang budaya mereka. Dengan demikian, Spirit Ramadhan membuka pintu bagi semua orang untuk terlibat dalam proses transformasi nilai-nilai kepemimpinan yang membawa dampak positif bagi masyarakat secara luas.

Memanfaatkan Spirit Ramadhan, individu dari berbagai latar belakang dapat mengambil langkah-langkah menuju kepemimpinan yang lebih baik dan berkelanjutan. Melalui penanaman nilai-nilai seperti empati, integritas, kedisiplinan, dan inklusivitas, kita dapat membangun dunia yang dipimpin oleh individu-individu yang memperjuangkan kebaikan bersama dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua. Spirit Ramadhan dan transformasi nilai-nilai kepemimpinan saling berinteraksi, kita dapat sampai pada kesimpulan bahwa keduanya memiliki potensi besar untuk membawa dampak positif yang signifikan bagi semua individu, terlepas dari latar belakang agama atau budaya mereka. Berikut adalah beberapa poin kesimpulan yang dapat diambil dari hubungan antara Spirit Ramadhan dan transformasi nilai-nilai kepemimpinan untuk semua, Pertama, Spirit Ramadhan memperkuat nilai-nilai seperti kesabaran, ketulusan, empati, dan kedisiplinan, yang merupakan unsur kunci dalam kepemimpinan yang efektif. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam praktik kepemimpinan sehari-hari, individu dapat mengembangkan gaya kepemimpinan yang lebih beretika dan berempati. Kedua, Spirit Ramadhan mendorong individu untuk mengembangkan kecerdasan emosional mereka, yang merupakan aspek penting dari kepemimpinan yang inklusif dan berempati. Dengan meningkatkan kesadaran diri dan empati terhadap orang lain, pemimpin dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan memotivasi tim mereka untuk mencapai tujuan bersama. Ketiga, Transformasi nilai-nilai kepemimpinan yang diperoleh melalui Spirit Ramadhan dapat membawa dampak positif yang luas dalam masyarakat. Pemimpin yang mempraktikkan nilai-nilai seperti keadilan, tanggung jawab, dan kerjasama dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi semua anggota masyarakat. Keempat, Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip Spirit Ramadhan dan nilai-nilai kepemimpinan yang diterapkan tidak mengenal batasan agama atau budaya. Semua individu, terlepas dari latar belakang mereka, dapat memanfaatkan ajaran-ajaran Ramadhan dan menerapkan nilai-nilai kepemimpinan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

Menggabungkan Spirit Ramadhan dengan transformasi nilai-nilai kepemimpinan memiliki potensi untuk menciptakan lingkungan yang inklusif, beretika, dan berdaya dorong bagi pertumbuhan individu dan kemajuan masyarakat secara keseluruhan. Dalam memandang ke depan, penting bagi kita untuk terus menggali potensi kolaboratif antara ajaran-ajaran Ramadhan dan prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik demi menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. (Wallahu a’lam bis assowab).

 

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

RAMADHAN WAHANA MENINGKATKAN KESALEHAN SOSIAL

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:185), yang artinya “Bulan Ramadan, yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Ramadhan memberikan peluang emas bagi umat Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kesalehan sosial. Di bulan ini, kita diajak untuk memperkuat hubungan dengan sesama, menolong yang membutuhkan, dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Dengan menghayati nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah, kita dapat menjadikan Ramadhan sebagai wahana untuk meningkatkan kesalehan sosial dan memperbaiki hubungan dengan sesama umat manusia.

Ramadhan, bulan penuh berkah yang dinanti-nantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia, tidak hanya sekadar menjadi waktu untuk menahan lapar dan haus. Lebih dari sekadar menjalani ibadah puasa, Ramadhan merupakan periode yang penuh makna, di mana umat Islam dihantar untuk merefleksikan diri, memperdalam hubungan spiritual dengan Allah, serta memperbaiki ikatan sosial dengan sesama manusia. Dalam konteks ini, Ramadhan menjadi wahana yang amat penting dalam meningkatkan kesalehan sosial. Dalam tatanan kehidupan modern yang seringkali penuh dengan kesibukan dan keserakahan, Ramadhan hadir sebagai penenang jiwa dan pengingat akan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Sebagai bulan yang dijanjikan keberkahan dan rahmat, Ramadhan menawarkan kesempatan unik bagi umat Muslim untuk memperkuat kembali hubungan mereka dengan Allah dan sesama manusia. Tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, tetapi Ramadhan juga mengajarkan untuk menahan diri dari perilaku negatif, mengasah sikap empati, dan memperbesar hati untuk membantu mereka yang membutuhkan. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang bagaimana Ramadhan bukan hanya menjadi waktu untuk meningkatkan ibadah pribadi, tetapi juga sebagai wahana untuk meningkatkan kesalehan sosial. Dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah SAW, kita akan memahami betapa pentingnya Ramadhan sebagai momen transformasi sosial yang mendalam bagi umat Islam.

Kesalehan sosial adalah konsep yang mengacu pada tingkat kepedulian, tanggung jawab, dan kontribusi individu atau kelompok terhadap kesejahteraan dan kebaikan sosial masyarakat di sekitarnya. Ini melibatkan berbagai tindakan atau perilaku yang bertujuan untuk membantu, mendukung, dan meningkatkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan kemanusiaan orang lain dalam masyarakat.

Kesalehan sosial tidak hanya mengejar kebaikan pribadi atau kepuasan diri sendiri, melainkan juga menempatkan kepentingan dan kebutuhan orang lain di depan diri sendiri. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, mendukung program-program amal, berpartisipasi dalam kegiatan sukarela, memperjuangkan hak asasi manusia, memperhatikan lingkungan hidup, dan menciptakan lingkungan sosial yang inklusif dan berempati. Kesalehan sosial merupakan pilar penting dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan berkelanjutan. Ini mencerminkan nilai-nilai agama, etika, dan moralitas yang mengajarkan untuk peduli dan membantu sesama, serta memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat. Kesalehan sosial juga dapat menjadi sarana untuk menciptakan ikatan yang lebih kuat di antara anggota masyarakat, memperkuat solidaritas, dan menciptakan rasa saling percaya dan ketergantungan yang sehat di antara mereka.

Mengimplementasikan kesalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari selama bulan Ramadhan adalah cara yang sangat efektif untuk menjadikan bulan suci ini lebih bermakna dan berkah bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa cara praktis untuk menerapkan kesalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari selama Ramadhan.

Pertama, Memberikan Sumbangan dan Sedekah

Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan frekuensi dan jumlah sedekah yang diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Individu dapat menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk disumbangkan kepada lembaga amal, pengumpulan dana untuk membantu orang-orang yang kurang mampu, atau memberikan makanan kepada orang-orang yang kelaparan. Kedua, Menyantuni dan Membantu Sesama

Selama Ramadhan, ada banyak kesempatan untuk memberikan bantuan langsung kepada orang-orang yang membutuhkan. Ini bisa berupa memberikan makanan kepada tetangga yang kurang mampu, membantu orang tua atau lansia dalam kegiatan sehari-hari, atau menawarkan dukungan emosional kepada mereka yang sedang mengalami kesulitan.

Ketiga, Menyelenggarakan Program-Program Sosial

Mengorganisir atau berpartisipasi dalam program-program sosial seperti berbagi makanan berbuka puasa bersama komunitas setempat, mengunjungi panti asuhan atau rumah sakit untuk memberikan bantuan dan hiburan kepada anak-anak atau pasien, atau mengadakan acara penggalangan dana untuk penyebab yang baik.

Keempat, Mengedepankan Etika dan Kepedulian

Ramadhan juga merupakan waktu yang baik untuk meningkatkan kesadaran akan etika dan moralitas dalam kehidupan sehari-hari. Menghargai orang lain, mengendalikan emosi, menghindari gossip atau perilaku negatif lainnya, serta memberikan ruang untuk kesabaran dan pengampunan.

 

 

Kelima, Mengajak Partisipasi Masyarakat

Mendorong partisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan amal di masyarakat, baik melalui masjid, organisasi sukarela, atau lembaga amal lainnya. Ini termasuk mengajak teman dan keluarga untuk bersama-sama terlibat dalam kegiatan yang memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu kemanusiaan.

Dengan menerapkan kesalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari selama Ramadhan, individu dapat tidak hanya memperdalam hubungan spiritual dengan Allah, tetapi juga membantu memperkuat jaringan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah langkah konkret untuk menjadikan Ramadhan sebagai wahana yang bermakna dalam meningkatkan kesalehan sosial dan membawa dampak positif bagi dunia sekitar. Oleh karena itu Ramadhan bukan hanya waktu untuk meningkatkan ibadah pribadi, tetapi juga menjadi wahana yang sangat penting untuk meningkatkan kesalehan sosial. Melalui berbagai tindakan nyata seperti zakat, sadaqah, berbagi makanan, program buka puasa bersama, peduli lingkungan, dan memperkuat komunitas, umat Muslim dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi masyarakat di sekitarnya selama bulan Ramadhan dan seterusnya. (Wallahu a’lam bis assowab).

 

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

MENUJU PENGEMBANGAN KUALITAS DIRI DALAM KONTEKS RAMADHAN

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Ramadhan merupakan bulan suci yang dinanti-nantikan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi bulan penuh berkah dan ampunan, Ramadhan juga merupakan waktu yang tepat untuk refleksi dan introspeksi diri. Dalam atmosfer yang khusyuk dan penuh keberkahan ini, banyak individu merasa termotivasi untuk melakukan perubahan positif dalam kehidupan mereka. Salah satu aspek utama yang sering menjadi fokus adalah pengembangan kualitas diri. Pengembangan kualitas diri dalam konteks Ramadhan tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan lainnya, seperti fisik, mental, emosional, dan sosial. Dengan memanfaatkan momentum Ramadhan, kita dapat merancang strategi dan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan diri secara holistik.

Pada pemikiran yang sederhana ini, kami akan menginterpretasikan berbagai cara untuk mengembangkan kualitas diri selama bulan Ramadhan. Mulai dari meningkatkan kualitas ibadah hingga merawat kesehatan dan hubungan sosial, kita akan membahas beragam strategi yang dapat membantu kita mencapai potensi penuh kita sebagai individu yang lebih baik. Melalui komitmen dan refleksi yang mendalam selama bulan Ramadhan, diharapkan kita semua dapat meraih pencapaian yang signifikan dalam perjalanan pengembangan diri kita, sehingga kita dapat menjadi individu yang lebih baik dan lebih bermakna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat di sekitar kita.

Meraih Pencapaian Signifikan dalam Perjalanan Pengembangan hendaknya memulainya dengan mengidentifikasi tujuan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan waktu-bound (SMART) dalam pengembangan diri Anda. Tujuan yang jelas memberikan arah yang jelas dalam perjalanan pengembangan diri Anda. Luangkan waktu selama Ramadhan untuk merefleksikan diri Anda secara mendalam. Evaluasilah kelebihan dan kekurangan Anda, serta identifikasi area yang memerlukan perbaikan. Jujurlah pada diri sendiri dalam proses ini. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah Anda. Tingkatkan kualitas shalat, bacaan Al-Quran, dan amalan lainnya. Berusaha untuk mendekatkan diri pada Tuhan akan memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan diri yang holistik.

Identifikasi keterampilan atau keahlian yang ingin Anda tingkatkan dan alokasikan waktu setiap hari untuk belajar dan berlatih. Ini bisa termasuk keterampilan profesional, sosial, atau bahkan keterampilan baru yang ingin Anda kuasai. Rawatlah tubuh Anda dengan baik selama Ramadhan. Pastikan Anda makan makanan bergizi saat berbuka, tetap terhidrasi, dan tetap aktif dengan olahraga ringan. Kesehatan fisik yang baik memberikan pondasi yang kuat bagi kesejahteraan mental dan emosional. Manfaatkan Ramadhan untuk mempererat hubungan dengan keluarga, teman, dan masyarakat sekitar. Berbagi kebaikan, memberikan dukungan, dan menjaga komunikasi yang baik dapat memperkaya hidup Anda dan memberikan makna yang lebih dalam.

Gunakan kesempatan Ramadhan untuk memberikan kepada mereka yang membutuhkan. Berpartisipasi dalam amal dan kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat akan memperluas perspektif Anda dan memberikan dampak positif yang nyata melalui pengembangan diri adalah perjalanan seumur hidup. Teruslah mencari pengetahuan baru, pengalaman baru, dan kesempatan baru untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik. Dengan mengikuti langkah-langkah ini secara konsisten dan berkomitmen selama bulan Ramadhan, Anda dapat meraih pencapaian yang signifikan dalam perjalanan pengembangan diri Anda. Hasilnya akan terasa tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi keluarga, dan masyarakat di sekitar Anda, menciptakan dampak positif yang berkelanjutan.

Pencapaian yang signifikan dalam pengembangan diri, yang menghasilkan individu yang lebih baik dan lebih bermakna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks. Berikut adalah beberapa faktor utama yang berperan dalam proses tersebut, Pertama, Komitmen yang kuat dari individu terhadap perjalanan pengembangan diri mereka sangat penting. Tanpa komitmen yang kokoh, sulit untuk mencapai perubahan yang berarti. Keterlibatan emosional dan mental yang tinggi dalam mencapai tujuan pengembangan diri menjadi kunci keberhasilan. Kedua, Penetapan tujuan yang spesifik, terukur, dan terarah membantu individu memfokuskan upaya mereka. Tujuan-tujuan ini harus relevan dengan nilai-nilai pribadi dan aspirasi jangka panjang mereka. Keterhubungan antara tujuan dan nilai-nilai pribadi memberikan motivasi tambahan untuk mencapainya. Ketiga, Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan pengembangan diri. Dukungan ini bisa berupa dorongan, bimbingan, atau sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Keterlibatan sosial juga dapat memberikan rasa tanggung jawab dan akuntabilitas yang meningkatkan kesempatan untuk sukses. Keempat, Kunci untuk mencapai perubahan yang signifikan adalah disiplin dan konsistensi dalam upaya pengembangan diri. Disiplin memungkinkan individu untuk mengatasi rintangan dan godaan yang mungkin timbul selama perjalanan, sedangkan konsistensi membangun kebiasaan positif yang membawa perubahan jangka panjang. Kelima, Kemampuan untuk merefleksikan diri secara teratur dan mengevaluasi kemajuan adalah faktor kunci dalam pengembangan diri yang signifikan. Melalui refleksi yang mendalam, individu dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka, serta mengenali area-area yang memerlukan perbaikan. Keenam, Bagi individu yang hidup dalam suatu budaya atau agama tertentu, konteks ini dapat memainkan peran penting dalam pengembangan diri. Nilai-nilai budaya dan ajaran agama dapat menjadi panduan moral dan spiritual yang memengaruhi keputusan dan perilaku individu dalam perjalanan pengembangan diri mereka. Dan Ketujuh. Kesadaran diri yang tinggi dan kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain juga berperan penting dalam pengembangan diri yang bermakna. Ini membantu individu memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik, serta memperkuat hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain di sekitar mereka. Melalui kombinasi faktor-faktor ini, individu dapat mencapai pencapaian yang signifikan dalam pengembangan diri mereka, membawa dampak positif tidak hanya bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi keluarga, dan masyarakat di sekitar mereka.

Kesimpulan yang dapat ditarik melalui interpretasi pemikiran ini adalah pencapaian yang signifikan dalam pengembangan diri menjadi individu yang lebih baik dan lebih bermakna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks. Komitmen pribadi, tujuan yang jelas, dukungan sosial, disiplin, refleksi diri, konteks budaya dan agama, serta kesadaran diri dan empati semuanya berperan penting dalam proses ini.

Komitmen yang kuat, didukung oleh tujuan yang jelas, memberikan arah dan motivasi yang diperlukan untuk melalui perjalanan pengembangan diri. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat memberikan dorongan tambahan dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Disiplin, konsistensi, dan kemampuan untuk merefleksikan diri membantu individu mengatasi rintangan dan membangun kebiasaan positif. Konteks budaya dan agama dapat memberikan panduan moral dan spiritual yang memengaruhi keputusan dan perilaku individu, sementara kesadaran diri dan empati memperkuat hubungan interpersonal yang positif. (Wallahu a’lam bis assowab).

 

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

TANTANGAN DIGITAL DI BULAN RAMADAN: MENJAGA KESALEHAN ONLINE

Siti Nurul Atiqoh, S.Ag., M.S.I

Guru MA Al Fatah Palembang

(Sekretaris Dharmawanita Persatuan UIN Raden Fatah)

 

Ramadan merupakan bulan yang sangat istimewa bagi ummat Islam karena selain sebagai bulan penuh berkah dan ampunan, Ramadan juga dikenal sebagai bulan untuk melatih kesabaran bagi umat Muslim di seluruh dunia. Dalam konteks ini, Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus selama puasa, tetapi juga tentang menguji dan memperkuat kesabaran dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.  Ibadah puasa Ramadan mengajarkan umat Muslim untuk menahan lapar dan haus dari fajar hingga matahari terbenam. Puasa bukan hanya ujian fisik, tetapi juga ujian kesabaran. Ketika rasa lapar dan haus muncul, umat Muslim diajarkan untuk mengendalikan diri dan tidak mengeluh. Ini adalah latihan yang kuat dalam mengasah kesabaran dan keteguhan hati. Selama bulan Ramadan, umat Muslim dianjurkan untuk lebih banyak beribadah, seperti shalat, membaca Al-Quran, dan berdzikir. Menyisihkan waktu untuk melakukan ibadah dengan konsentrasi penuh membutuhkan kesabaran yang besar. Dengan fokus dan keteguhan hati, umat Muslim dapat mengatasi godaan untuk tergesa-gesa atau terganggu selama menjalankan ibadah, khususnya di bulan Ramadan.

Tantangan terberat yang dihadapi umat Muslim di bulan Ramadan saat ini adalah tantangan digital, karena tantangn digital saat telah  memperoleh dimensi baru yang perlu dipertimbangkan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Meskipun bulan Ramadan adalah waktu yang suci dan penuh berkah, perubahan dalam cara kita berinteraksi dengan teknologi dan dunia digital telah memunculkan serangkaian tantangan yang harus diatasi. Bagaimana menjawab tantangan tersebut merupakan tugas berat bagi seorag Muslim, karena tantangan digital yang kita hadapi saat ini semakin kompleks. Banyak usaha yang harus dilakukan agar sebagai Muslim kita mampu menjaga diri kita agar memiliki kesalehan online.

Era digital yang ditandai dengan maraknya kemajuan teknologi membuat kita harus pandai dalam memilih dan memilah, mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk kia lakukan. Beberapa tantangan yang akan kita hadapi di era digital saat antara lain:

  1. Munculnya gangguan digital dalam Ibadah:

Dalam era smartphone dan media sosial, gangguan digital telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan yang masuk, notifikasi media sosial, atau tontonan yang tidak bermanfaat seringkali mengganggu konsentrasi selama ibadah, seperti shalat, membaca Al-Quran, atau berdzikir.

  1. Berkurangnya waktu yang berkualitas:

Di era digital, hampir semua waktu kita habiskan di dunia digital, sehingga dapat mengurangi kualitas ibadah dan refleksi spiritual. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan di media sosial atau permainan online, akibatnya dapat mengurangi waktu yang dihabiskan untuk beribadah, berdakwah, atau melakukan kegiatan yang bermanfaat.

  1. Konten yang Tidak Sesuai:

Di dunia digital saat ini, terdapat beragam konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Mulai dari konten pornografi hingga diskusi yang menghina agama atau perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. konten yang mengumbar kemewahan hingga informasi yang tidak valid secara agama, banyak yang dapat mengganggu kesucian bulan Ramadan. Tantangan ini memerlukan kesadaran dan pengendalian diri untuk menghindari konten-konten negatif tersebut.

  1. Semakin maraknya bisnis dan konsumsi di media online:

Perdagangan digital dan iklan online meningkat selama bulan Ramadan, menggoda umat Muslim untuk berbelanja lebih banyak daripada yang diperlukan. Promosi yang agresif dan tawaran khusus dapat memengaruhi perilaku konsumsi, yang bertentangan dengan nilai-nilai sederhana dan hemat dalam Islam.

  1. Tantangan Komunikasi:

Sementara teknologi memungkinkan kita untuk tetap terhubung dengan keluarga dan teman-teman yang jauh, terlalu banyak bergantung pada komunikasi digital dapat mengurangi interaksi langsung dan keintiman dalam hubungan interpersonal. Hal ini dapat mengurangi nilai-nilai kebersamaan dan saling peduli yang dianjurkan dalam Islam.

Bulan Ramadan merupakan momentum yang tepat untuk dapat meningkatkan berbagai kesalehan diri, baik kesalehan individual, sosial, maupun kesalehan digital. Lewat bulan Ramadan inilah sebuah waktu yang tepat dapat mengantarkan umat Muslim menuju peningkatan derajat kesalehan secara paripurna, yang akan mengantarkan manusia pada derajat ketakwaan disisi Allah SWT.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini, kita bisa merasakan bersama bagaimana derasnya informasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Semua itu terjadi karena kemudahan-kemudahan yang disuguhkan teknologi untuk membantu manusia. Kemudahan yang disuguhkan oleh teknologi ini sejatinya memberikan dua sisi mata uang yang memiliki dampak positif dan juga dampak negatif.

Menghadapi tantangan ini, maka kita harus terus berupaya melakukan hal-hal yang baik di tengah era digital. Hal baik tersebut harus kita maksimalkan dan hal negatifnya harus kita buang. Menghadapi tantangan ini, penting bagi umat Muslim untuk memperkuat kesadaran diri dan disiplin dalam penggunaan teknologi selama bulan Ramadan. Oleh kafena itu, untuk melatih keberanian dalam menghadapi tantangan ini, mulailah dengan menetapkan waktu-waktu khusus di mana kita mematikan ponsel atau memblokir notifikasi untuk benar-benar fokus pada ibadah, termasuk mengatur waktu layar, menghindari konten yang tidak bermanfaat, fokus pada ibadah, dan meningkatkan kualitas interaksi manusia. Dengan pendekatan yang tepat, teknologi dapat menjadi alat yang dapat memperkuat spiritualitas dan memperdalam pengalaman Ramadan, bukan sebagai penghalang untuk beribadah.

Ramadan juga merupakan waktu di mana nilai-nilai kesabaran dalam berinteraksi dengan orang lain ditekankan. Umat Muslim diajarkan untuk bersikap sabar, toleran, dan penuh pengampunan terhadap orang lain, bahkan dalam situasi yang sulit atau konflik. Ini melibatkan kesabaran dalam menghadapi perbedaan pendapat, mengendalikan emosi, dan menunjukkan sikap yang baik dalam semua situasi. Selama Ramadan, ketika tubuh mengalami perubahan akibat perubahan pola makan dan tidur, bisa menjadi tantangan untuk mengelola emosi dengan baik. Kesabaran diperlukan untuk menghadapi perubahan suasana hati, frustrasi, atau kelelahan dengan tenang dan penuh kesabaran. Ini merupakan bagian penting dari latihan spiritual selama bulan Ramadan.

Ramadan juga mengajarkan pentingnya kesabaran dalam menjaga komitmen dan tekad untuk melakukan kebaikan. Mulai dari menunaikan ibadah wajib hingga berpartisipasi dalam amal sosial, mempertahankan komitmen ini memerlukan kesabaran dan ketekunan. Umat Muslim diajarkan untuk tidak menyerah di tengah jalan dan tetap teguh dalam menjalankan kewajiban mereka. Dari situlah kesalehan digital bisa diperkuat di bulan Ramadan ini.

Dengan demikian, Ramadan menjadi waktu yang sempurna untuk melatih kesabaran dalam berbagai aspek kehidupan termasuk menjaga kesalehan digital. Melalui pengendalian diri, keteguhan hati, dan sikap sabar, umat Muslim dapat memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Semoga Ramadan tahun ini menjadi kesempatan bagi kita semua untuk mengasah kesabaran dan mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik.

INTERPRETASI “BAPER” POSITIF DALAM BULAN RAMADHAN

Oleh: Muhammad Isnaini[1]

 

Di pagi hari tepatnya setelah sholat Subuh pada hari kamis tanggal 28 Maret 2024, saya menemukan kata Tersinggung dan atau Bapper dan saya diskusikan dengan uminya anak-anak serta anak saya Najwa Lailatul Mu’jizah sewaktu mengantarkannya ke rumah sakit Mohammad Husen tuk cuci darah rutinnya, kemudian saya tulis dengan modifikasi dan interpretasi, wal hasil saya masukkan ke Whatshapp Group (WAG) Fakultas Sains dan Teknologi, bunyinya begini “Muhasyabah hari ini… TERSINGGUNG, BAPER KATA G-Z WA MELINIAL SEKARANG”.

“Hidup ini begitu rumit dengan orang-orang yang mudah tersinggung alias baper, Kepekaannya salah tempat, Dia yang salah paham, dia yang marah.

Tak peduli usia, tingkat pendidikan, strata sosial, pekerjaan, atau kesalehan yang ditampilkan, hari-hari ini siapa saja bisa tersinggung. Itu kenapa, adalah penting untuk mencurigai kebodohan diri sendiri, Supaya kita tidak buta dari kemungkinan bahwa ada kebenaran pada orang lain yang tak kita mengerti dan ada kesalahan pada diri sendiri yang tak mampu kita deteksi. Hati-hati, mudah tersinggung alias baper bisa jadi tanda kerasnya hati. Dan hati yang mengeras biasanya mudah sekali panas, maka serahkanlah hatimu pada Allah. Mintalah pada-Nya agar hati ini dibeningkan, sebening mata air agar jelas memandang, agar tak samar-samar oleh prasangka dan gagal paham pada akhirnya.

Bukankah hati yang bersih akan selalu memancarkan ketenangan?”. Wallahu@’lam bissowab…

Pesan yang disampaikan dalam tulisan tersebut sangat relevan dan memprovokasi untuk refleksi diri. Dalam kehidupan yang kompleks dan penuh dengan interaksi sosial, seringkali kita menemui orang-orang yang mudah tersinggung atau “baper”. Tulisan ini menyoroti pentingnya kesadaran diri dan introspeksi dalam menghadapi reaksi emosional kita sendiri dan orang lain. Pertama-tama, tulisan ini mengajak kita untuk tidak langsung menyalahkan orang lain ketika mereka mudah tersinggung. Sebaliknya, kita perlu merenungkan apakah kemungkinan ada kesalahan atau ketidakpahaman dari diri sendiri yang menjadi penyebabnya. Hal ini mencerminkan pentingnya sikap rendah hati dan pengakuan bahwa kita tidak selalu benar atau memiliki pemahaman yang sempurna atas situasi. Kemudian, tulisan ini menyoroti bahaya dari hati yang keras atau kerasnya hati. Hati yang keras cenderung mudah panas dan sulit untuk menerima pandangan atau pendapat orang lain. Ini mengingatkan kita untuk memperhatikan keadaan hati kita sendiri, dan untuk meminta perlindungan dan bimbingan dari Allah SWT untuk menjaga hati kita tetap bersih dan jernih.

Pada akhirnya, tulisan ini menekankan bahwa hati yang bersih akan selalu memancarkan ketenangan. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa ketenangan batin tidak hanya datang dari situasi eksternal, tetapi juga dari keadaan hati yang bersih dan damai. Dengan memperhatikan kesucian hati dan mengarahkannya pada kebaikan, kita dapat mencapai kedamaian dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Secara keseluruhan, tulisan ini memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya kesadaran diri, rendah hati, dan spiritualitas dalam menghadapi kompleksitas kehidupan dan interaksi sosial. Ini adalah pengingat yang bermakna untuk kita semua agar tetap terhubung dengan nilai-nilai yang mendalam dan memelihara hati yang bersih dan damai.

Pada konteks Ramadhan sekarang, kita sering kali mendengar istilah “baper”, singkatan dari bahasa gaul yang merujuk pada perasaan bawaan atau emosi yang intens, seperti baper (bawa perasaan), yang umumnya dianggap negatif. Namun, dalam pandangan yang lebih mendalam, kita dapat mengubah interpretasi “baper” tersebut menjadi sesuatu yang positif, terutama dalam konteks Ramadhan. Interpretasi positif dari “baper” dalam bulan Ramadhan tersebut adalah. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kesadaran akan emosi kita. Merasakan “baper” bisa menjadi tanda bahwa kita sensitif terhadap perasaan kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Hal ini membuka peluang untuk lebih memahami dan menghargai perasaan kita sendiri serta belajar untuk lebih empati terhadap orang lain.

“Baper” juga bisa menjadi sinyal bahwa hati kita terbuka untuk memahami pesan-pesan spiritual yang disampaikan oleh Ramadhan. Ketika kita merasakan kelembutan atau kepekaan yang mendalam terhadap makna ibadah dan hubungan dengan Allah SWT, itu adalah tanda bahwa kita terbuka untuk mendalami spiritualitas kita dengan lebih dalam. Reaksi emosional yang intens juga bisa menjadi panggilan untuk merenungkan diri sendiri dengan lebih mendalam. Ketika kita merasa terharu atau tersentuh oleh ayat-ayat Al-Qur’an, khutbah, atau pengalaman spiritual lainnya, itu adalah waktu yang tepat untuk mengeksplorasi apa yang memicu perasaan tersebut dan bagaimana kita dapat tumbuh dari pengalaman tersebut. “Baper” juga bisa menjadi jembatan untuk memperdalam hubungan kita dengan sesama. Saat kita merasakan empati yang mendalam terhadap penderitaan atau kebahagiaan orang lain, kita menjadi lebih cenderung untuk berbagi, membantu, dan mendukung mereka dalam perjalanan spiritual dan kehidupan mereka.

Dengan demikian, meskipun awalnya mungkin kita menganggap “baper” sebagai sesuatu yang negatif, dalam konteks Ramadhan, kita dapat melihatnya sebagai kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, kedalaman spiritual, dan penghormatan terhadap perasaan kita sendiri dan orang lain. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat maksimal dari bulan yang mulia ini dan menjadikan setiap emosi yang kita alami sebagai pijakan menuju kebaikan dan keberkahan yang lebih besar. Dampak dari interpretasi “baper” yang positif dalam bulan Ramadhan dapat sangat signifikan, baik pada tingkat individu maupun pada skala lebih luas dalam masyarakat Muslim. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin timbul

Pertama, Peningkatan Kualitas Hubungan: Dengan memperhatikan dan menghargai perasaan, baik diri sendiri maupun orang lain, kita dapat memperkuat ikatan emosional dengan sesama. Hal ini dapat menghasilkan hubungan yang lebih intim dan bermakna dalam keluarga, komunitas, dan lingkungan sosial.

Kedua, Pertumbuhan Spiritual: Dengan memperdalam pemahaman akan emosi dan spiritualitas, kita dapat mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi tentang diri sendiri dan hubungan dengan Tuhan. Ini dapat membawa kita lebih dekat pada pencapaian tujuan spiritual dalam Ramadhan, seperti meningkatkan ibadah, memperbaiki akhlak, dan meningkatkan ketakwaan.

Ketiga, Kesejahteraan Mental dan Emosional: Menyadari dan menerima perasaan kita dengan cara yang positif dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi. Ini karena kita belajar untuk tidak menekan atau menolak emosi negatif, tetapi memahaminya dan menghadapinya dengan kedewasaan dan ketenangan batin.

Keempat, Kemajuan dalam Perjalanan Pribadi: Dengan refleksi yang lebih dalam terhadap emosi dan pengalaman spiritual, kita dapat mengidentifikasi area-area di mana kita perlu tumbuh dan berkembang. Ini dapat memicu perubahan positif dalam perilaku, kebiasaan, dan pola pikir yang tidak lagi melayani kebaikan diri kita sendiri dan orang lain.

Kelima, Penguatan Solidaritas dan Empati: Dengan mengalami “baper” dengan cara yang positif, kita dapat merasakan lebih dekat dengan penderitaan dan kesulitan orang lain. Ini dapat menginspirasi kita untuk bertindak lebih banyak dalam membantu mereka yang membutuhkan, memperkuat solidaritas sosial, dan mempercepat upaya pembangunan masyarakat yang adil dan berempati. Keenam, Pemberdayaan Individu: Memahami dan menghargai perasaan kita sendiri dapat memberi kita kepercayaan diri dan keberanian untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang dan penuh keyakinan. Ini membantu kita menjadi pribadi yang lebih kuat, tegar, dan penuh kasih.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah interpretasi positif dari “baper” dalam bulan Ramadhan dapat membawa dampak yang luas dan positif dalam kehidupan individu dan masyarakat. Hal ini dapat menjadi landasan bagi pertumbuhan pribadi, keberkahan, dan kedamaian dalam menjalani bulan suci ini dan seterusnya.

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

HARMONI DAN TOLERANSI DI BULAN SUCI RAMADHAN

Oleh: Muhammad Isnaini

 

Perjalanan kehidupan manusia diperintahkan untuk hidup berdampingan dalam harmoni dan toleransi. Bulan suci Ramadhan, sebagai bulan yang penuh berkah dan keberkahan, tidak hanya mengajarkan kesucian dalam beribadah, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya hidup berdampingan dalam keberagaman, menghargai perbedaan, dan memelihara harmoni di antara umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat (49:13): “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa keberagaman etnis, budaya, dan bahasa merupakan bagian dari rancangan-Nya yang mulia. Namun, keutamaan sejati tidak terletak pada asal-usul atau kedudukan sosial seseorang, melainkan pada ketakwaan dan kebaikan hati.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan contoh teladan tentang pentingnya toleransi dan kerukunan. Beliau bersabda dalam sebuah Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud: “Toleransi yang baik itu adalah berbakti kepada orang tua dan saling menghormati antar sesama manusia.” Dari hadis ini, kita diperingatkan bahwa kerukunan tidak hanya terbatas pada hubungan agama, tetapi juga memperluas cakupannya ke dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hubungan keluarga dan masyarakat. Dalam konteks bulan suci Ramadhan, saat di mana umat Islam bersama-sama berpuasa dan mendekatkan diri kepada Allah, penting untuk mengingat bahwa esensi dari ibadah ini adalah menciptakan kedamaian, saling pengertian, dan menguatkan ikatan kebersamaan di antara sesama manusia. Dengan menggali ajaran suci Al-Quran dan Hadis, mari kita renungkan makna sejati dari harmoni dan toleransi, serta berkomitmen untuk menjadikannya sebagai landasan dalam menjalani kehidupan, terutama di bulan suci Ramadhan ini dan seterusnya.

Harmoni dan toleransi adalah dua pilar penting dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera. Makna sejati dari harmoni adalah kemampuan untuk hidup berdampingan dengan damai, meskipun dalam keberagaman dan perbedaan. Ini mencakup penghargaan terhadap keberagaman budaya, agama, suku, dan pandangan dalam masyarakat. Sementara toleransi mengacu pada kemampuan untuk menghormati dan menerima perbedaan, bahkan ketika kita tidak setuju atau memahaminya.

Makna sejati dari harmoni dan toleransi diperkuat oleh nilai-nilai Islam yang mendorong kesetaraan, keadilan, dan kasih sayang. Puasa Ramadhan bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga tentang menahan diri dari perilaku dan ucapan yang merugikan orang lain. Ini mengajarkan kesabaran, empati, dan pengampunan, yang merupakan dasar dari harmoni dan toleransi. Masyarakat yang mampu menjadikan harmoni dan toleransi sebagai landasan kehidupan mereka tidak hanya menciptakan lingkungan yang damai, tetapi juga memungkinkan setiap individu untuk berkembang secara penuh. Dalam konteks Ramadhan, praktik-praktik seperti berbagi makanan berbuka, memberikan sedekah, dan mempererat hubungan sosial adalah contoh nyata dari bagaimana harmoni dan toleransi dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Komitmen untuk menjadikan harmoni dan toleransi sebagai landasan kehidupan, terutama di bulan suci Ramadhan, membutuhkan kesadaran diri, kesabaran, dan kemauan untuk belajar dan memahami perbedaan. Ini melibatkan kemauan untuk mendengarkan perspektif orang lain, menghargai nilai-nilai yang berbeda, dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi semua. Sebagai umat Muslim, Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan nilai-nilai seperti harmoni dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempraktikkan nilai-nilai tersebut secara konsisten, kita dapat menjadi agen perubahan yang membawa kedamaian dan kebaikan bagi masyarakat luas, tidak hanya selama bulan suci Ramadhan, tetapi juga sepanjang tahun.

Bulan suci Ramadhan meneguhkan pentingnya harmoni dan toleransi dalam menjalani kehidupan sebagai umat manusia. Dengan merenungkan ayat Al-Quran dan Hadis, kita memahami bahwa harmoni dan toleransi bukan hanya sekadar konsep, tetapi prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Harmoni membawa kedamaian dan keselarasan di tengah-tengah keberagaman manusia, sementara toleransi memungkinkan kita untuk menghargai perbedaan dan membangun hubungan yang penuh pengertian. Di bulan suci Ramadhan, praktik-praktik ibadah seperti puasa dan sedekah mengajarkan kita untuk bersikap sabar, berempati, dan memaafkan, yang semuanya merupakan pondasi dari harmoni dan toleransi.

Komitmen untuk menjadikan harmoni dan toleransi sebagai landasan dalam menjalani kehidupan, terutama di bulan suci Ramadhan, adalah sebuah panggilan untuk setiap individu. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan inklusif, di mana setiap orang dihormati dan diberdayakan. Oleh karena itu, mari kita terus memperkuat nilai-nilai harmoni dan toleransi dalam setiap tindakan dan interaksi kita, tidak hanya selama bulan suci Ramadhan, tetapi juga sepanjang tahun. Dengan demikian, kita dapat menjadi pelopor perdamaian dan kebaikan dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan perbedaan. (Wallahu a’lam bis assowab).

[1] Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang

SUJUD DAN DAMPAKNYA BAGI KESEHATAN

Oleh: Tito Nurseha

Ramadhan adalah salah satu bulan yang sangat ditunggu oleh umat Islam, karena bulan ramadhan merupakan bulan yang diistimewakan oleh Allah SWT. Syekh Utsman bin hasan al-Khubawi memberikan sebuah akronim dari potongan kata “RAMADHAN”. Menurut beliau, kata “ramadhan”, Ra’-nya adalah rahmat (kasih sayang), mim-nya adalah maghfirah (ampunan), sedangkan dhad dan nun-nya adalah dhaqqudz dzanbi (penghancur dosa). Hal ini senada dengan sebuah hadits, “sepuluh awal bulan ramadhan adalah rahmat, sepuluh pertengahannya adalah maghfirah dan sepuluh terakhir darinya adalah itqun min al-niran (dibebaskan dari siksa neraka).

Berangkat dari bulan yang penuh berkah dan ampunan serta banyak keistimewaan di dalamnya, salah satu yang paling berbeda dari bulan-bulan lainnya adalah kegiatan sholat tarawih berjamaah. Kita tahu bahwa selain bulan suci yang disambut dengan suka cita, di dalamnya ada kegiatan berjamaah yang tidak dapat dilakukan dibulan lainnya yaitu tarawih berjamaah. Tarawih memiliki makna mendalam sebagai bentuk Qiayam al-Layl di bulan Ramadhan, dan penting dalam Islam karena merupakan sunnah mu’akadah, praktik yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Makna pentingnya terletak pada keberkahan spiritual yang dapat diperoleh melalui pelaksanaannya. Bukan hanya serangkauan gerakan ritual, tetapi menjadi sebuah perjalanan spiritual yang membawa umat Islam lebih dekat pada Allah SWT.

Salah satu gerakan paling berkesan saat sholat adalah sujud. Sujud bermakna merendahhkan dan menghambakan diri pada Allah SWT. Tindakan sujud dalam shalat bagi umat Islam melibatkan proses menyentuh tanah dengan dahi, yang dianggap sebagai bagian tubuh tertinggi, menandakan kerendahan hati di hadapan Allah SWT. Didalam al-Qur’an, kata sujud terdapat dalam 14 surat dengan berbagai kejadian, namun pemkanaan sujud ini tetap pada bentuk kerendahan hati kita di hadapan Allah SWT. Satu diantaranya seperti yang tertulis dalam Surat Ar-Ra’d ayat 15 yang berbunyi:

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.” (Q.S. Ar-Ra’d : 15)

Salah satu keistimewaan sujud ialah menjadi wahana intim antara hamba dengan Sang Pencipta Allah SWT. Pada saat itu, kita merasakan betapa rendah dan kecilnya diri ini sekaligus memuji keagungan Allah SWT. Pakar tafsir al-Qur’an, Muhammad Quraish Shihab dala, Wawasan Al-Qur’an: tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000) menjelaskan bahwa kata sujud sangat terkait dengan istilah masjid. Itukarena dari segi bahasa, kata masjid terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata. Itulah mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan shalat dinamakan masjid, yang artinya “tempat bersujud”.

Sujud yang selama ini telah dilakukan oleh umat Islam, secara rutin selama 5 waktu dalam sehari, memiliki beberapa manfaat potensial yang terkait dengan posisi ini, yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental, dikutip dari laman sosial media @drhaleemachiropractor, bahwa:

  1. Posisi sujud meningkatkan aliran darah ke otak sehingga dapat membantu meningkatkan fungsi otak dan kesehatan mental. Peningkatan sirkulasi darah ke otak dapat meningkatkan konsentrasi dan mengurangi risiko penyakit saraf.
  2. Sujud dapat memberikan efek menenangkan pikiran, menurunkan tingkat stres dan kecemasan. Posisi ini mendorong relaksasi dan dapat membantu mencapai kedamaian dan ketenangan mental.
  3. Rutin melakukan sujud sebagai bagian dari shalat Islami dapat memberikan kontribusi pada kelenturan dan kekuatan yang lebih baik pada otot punggung, leher, dan bahu. Ini juga membantu dalam menjaga postur tubuh yang baik.
  4. Gerakan keluar masuk sujud dapat menguatkan otot punggung bagian bawah dan meningkatkan kelenturan tulang belakang sehingga berpotensi mengurangi nyeri pinggang.
  5. Posisi sujud melibatkan penekanan perut ke paha, yang dapat membantu dalam pemijatan dan rangsangan pada organ perut. Ini dapat membantu pencernaan dan membantu meringankan masalah yang berkaitan dengan sistem pencernaan.
  6. Melakukan shalat dan sujud secara teratur dapat memberikan rasa landasan dan stabilitas, berkontribusi terhadap keseimbangan emosional dan kesejahteraan.
  7. Selain manfaat kesehatan fisik dan mental, sujud menawarkan makna spiritual yang mendalam, menumbuhkan rasa kerendahan hati, rasa syukur, dan hubungan dengan Tuhan, yang dapat berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan.

Selain manfaat kesehatan yang akan didapat saat melakukan sujud, sujud juga merupakan perintah agama yang menjadi salah satu perbuatan yang sangat di cintai oleh Allah SWT. Di dalamnya terkandung keutamaan-keutamaan yang sangat banyak. Di antaranya sujud memperlihatkan kebiasaan manusia di hadapan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Hal ini karena dengan sujud manusia rela meletakkan wajahnya, sebagai simbol kehormatan, ke tanah/lantai. Keutamaan lainnya, sujud mendidik manusia bersikap rendah hati dan menjauuhkannya dari sikap sombong atau takabur. Makin banyak orang bersujud, maka makin bersih jiwanya dan makin tinggi kesadaran rohaninya.